KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang mempunyai
nama-nama yang baik. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan atas junjungan
kita Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, para sahabatnya yang setia serta kita
sebagai umatnya.
Dengan kesederhanaan makalah ini akhirnya dapat saya
selesaikan sebagai tugas mata kuliah Profesi Keguruan dengan dosen pengampunya
Dalam penulisan makalah ini saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu saya harap agar para pembaca maklum adanya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi para pembacanya. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah
satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya
kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan adanya
sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada
gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula. Undang‐Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus
memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S‐1) atau diploma empat (D‐IV), menguasai kompetensi
(pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang‐undangan. Pengakuan kedudukan guru
sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Lebih lanjut Undang‐Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru tersebut mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Diharapkan agar guru
sebagai tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan
berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara
berkelanjutan. Pelaksanaan sertifikasi
guru dimulai pada tahun 2007 setelah diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor
18 Tahun 2007 tentangSetifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Tahun 2009 ini
merupakan tahun ketiga pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan. Landasan
yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2009 adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Oleh karena itu, ada
beberapa perubahan mendasar dalam proses penetapan peserta sertifikasi guru
tahun 2009. Jumlah sasaran peserta sertifikasi guru setiap tahunnya ditentukan
oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional. Tahapan
pelaksanaan sertifikasi guru dimulai dengan pembentukan panitia pelaksanaan
sertifikasi guru di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pemberian kuota kepada
dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, dan penetapan peserta oleh dinas pendidikan
provinsi dan kabupaten/kota. Agar seluruh instansi yaitu dinas pendidikan
provinsi dan kabupaten/kota, LPMP dan unsur terkait dengan pelaksanaan
sertifikasi guru mempunyai pemahaman yang sama tentang kriteria dan proses
penetapan peserta sertifikasi guru, maka perlu disusun Pedoman Penetapan
Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum
Dasar
hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan
adalah sebagai berikut:
1.
Undang‐Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2.
Undang‐Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
5.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
dan Kompetensi Guru.
6.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan.
7.
Keputusan Mendiknas tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi
Guru Dalam Jabatan.
B. Tujuan
Pedoman
penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1.
Sebagai bahan acuan bagi pihak terkait dalam melakukan proses penetapan peserta
sertifikasi guru secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Memberikan informasi kepada masyarakat luas agar dapat memantau pelaksanaan
penetapan peserta sertifikasi guru di wilayahnya.
3. Menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik professional
4.
Meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
5.
Meningkatkan kesejahteraan guru
6.
Meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu
Pendidikan
yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
maju, modern dan sejahtera (Jalal, 2007:1). Tidak ada satu pun bangsa di dunia
ini yang maju, modern, dan sejahtera yang tidak memiliki sistem dan praktik
pendidikan yang bermutu. Di lain pihak, pendidikan yang bermutu sangat
tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional,
sejahtera dan bermartabat. Sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain
seperti Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, pemerintah
Indonesia juga melakukan intervensi langsung terhadap peningkatan mutu
pendidikan dan tenaga kependidikan melalui UU.no 14 tahun 2005, yang lebih
dikenal dengan UU Guru dan Dosen, dalam bentuk sertifikasi guru.
C. Sasaran
Sasaran
Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi guru ini adalah pihak yang terkait dengan
pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan, yaitu:
1. Perguruan Tinggi Penyelenggara
Sertifikasi Guru1;
2. Dinas Pendidikan Provinsi;
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
4. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
5. Pengawas Sekolah;
6. Kepala Sekolah;
7. Guru; dan
8. Masyarakat.
D. Ruang Lingkup
Pedoman
ini memberikan informasi kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan
sertifikasi guru tentang beberapa hal sebagai berikut:
1.
jumlah sasaran nasional;
2.
perhitungan kuota peserta;
3.
persyaratan peserta;
4.
proses penetapan peserta sertifikasi guru;
5.
mekanisme pendaftaran peserta;
6.
prosedur operasional standar; dan
7.
jadwal pelaksanaan.
E. Bentuk Sertifikasi Guru
Perkembangan
dari awal pengajuan program sertifikasi sampai pada implementasi program
tersebut telah mengalami banyak modifikasi bentuk program. Pada awalnya program
sertifikasi dirancang dalam bentuk uji kompetensi secara langsung (tes tindakan
dan tes tulis), namun dalam perkembangannya terjadi modifikasi bentuk yang pada
akhirnya sampai saat ini terjadi tiga bentuk sertifikasi, yaitu: (1)
sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio, (2) Sertifikasi
guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan, dan (3) sertifikasi guru
prajabatan melalui pendidikan profesi guru (PPG). Khusus untuk bentuk yang
ketiga baru diujicobakan di beberapa perguruan tinggi, termasuk UPI, sedangkan
dua bentuk yang pertama sudah dilangsungkan lebih awal.
Sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru selama mengajar yang didasarkan pada Permendiknas Nomor 18 tahun 2007.
Sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru selama mengajar yang didasarkan pada Permendiknas Nomor 18 tahun 2007.
Sertifikasi
guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah proses pemberian sertifikat
pendidik bagi guru dalam jabatan melalui pendidikan selama-lamanya 2 semester
yang didasarkan pada Permendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi
Guru Dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan. Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan
melalui Jalur Pendidikan Sertifikasi guru prajabatan melalui Pendidikan Profesi
Guru (PPG) adalah proses pemberian sertifikat bagi guru baru yang akan
ditempatkan sebagaimana kebutuhan pengangkatan. Proses ini dilakukan melalui
pendidikan selama 2 semester atau 1 tahun pada perguruan tinggi yang ditunjuk
oleh pemerintah. Orientasi PPG adalah pendalaman kemampuan professional dengan
praktek langsung selama satu semester di lapangan apabila peserta adalah dari
lulusan tenaga pendidik yang sesuai. Sedangkan untuk peserta PPG yang
kualifikasinya kurang bersesuaian dengan bidang guru, maka pelaksanaan akan
dilakukan selama satu tahun. Dengan jumlah sks sebanyak 36 sks. PPG belum
diketahui sosok utuhnya, karena masing-masing perguruan tinggi yang ditunjuk
sedang mengembangkan dan menguji cobanya.
F. Tinjauan Penilaian Sertifikasi Guru
Dalam Jabatan Melalui Fortofolio dan Pendidikan Profesi Guru
Sertifikasi guru prajabatan tidak
saja untuk mensejahterakan guru, tetapi juga mengarah pada upaya peningkatan
mutu pendidikan. Meningkatnya kesejahteraan guru diharapkan akan lebih
mengkonsentrasikan dan menguatkan komitmen guru terhadap profesinya. Dengan
begitu, layanan pembelajaran dapat lebih terjamin.
Asumsi di atas memang tidak dapat dipungkiri sebagai suatu hal yang benar adanya, namun kebenarannya tidak bersifat mutlak. Pada sebagian orang hal tersebut akan berlaku, sedangkan pada sebagiannya lagi tidak berlaku.
Analisis terhadap proses sertifikasi guru prajabatan melalui portofolio menunjukkan bahwa guru-guru menyiapkan banyak bahan/dokumen untuk dijadikan sebagai bahan penilaian portofolio. Tidak jarang guru yang seketika itu membuat berbagai dokumen, padahal di kesehariannya tidak pernah dilakukan. Banyak guru mengikuti seminar pendidikan dimana-mana, baik pada level nasional, propinsi, maupun kab./kota. Padahal sebelum program sertifikasi berlangsung, mereka tidak memiliki minat yang besar untuk mengikuti seminar atau pelatihan. Mengikuti kegiatan seminar/diklat hanya jika ditugaskan oleh kepala sekolah atau kepala dinas, membuat dokumen pembelajaran hanya jika akan diperiksa oleh pengawas atau kepala sekolah. Artinya, perilaku yang menetapnya sebagai guru tidak juga berubah melalui keberadaan program sertifikasi guru. Bahkan dampak negatif dari hal ini adalah setelah ia lulus, maka kelulusannya dianggap sebagai titik klimaks/puncak dari profesinya, sehingga tidak lagi ada aktifitas yang berorientasi pada kebermutuan layanan pembelajaran. Penilaian portofolio secara kasat mata tidak akan meningkatkan kompetensi guru dalam memberikan layanan pembelajaran. Kemampuan seorang guru dalam memberikan layanan yang lebih professional akan terjadi manakala ia; (1) mengalami perubahan paradigma berpikir mengenai profesinya, (2) kemampuan teknis pembelajaran dikembangkan secara intensif, dan (3) komitmennya sebagai guru dibina melalui proses interaksi keteladanan dan reward and punishment system yang adil. Proses-proses tersebut tidak tercermin dalam proses penilaian portofolio, sehingga ke depan perlu dipikirkan bagaimana sertfikasi ini bukan sesuatu yang final/akhir bagi profesi keguruan. Atau bagaimana guru yang telah lulus sertifikasi mempersepsi bahwa kelulusan sertifikasi sebagai gerbang awal utuk meningkatkan layanan pembelajaran kepada peserta didiknya.
Agak berbeda dengan sertifikasi guru dalam jabatan yang dilakukan melalui pendidikan profesi guru (PPG). Model ini dinilai lebih memberikan jaminan untuk terealisasinya profesionalitas guru setelah mengikuti program PPG, dengan syarat implementasi PPG dilakukan secara professional, bukan sekedar menggugurkan formalitas saja. Persoalan dalam sertifikasi guru dalam jabatan melalui pendidikan profesi ada dua, yaitu (1) bagaimana guru tidak mengganggu layanan pembelajaran di sekolah ketika guru harus meninggalkan kelas untuk mengikuti program sertifikasi, dan (2) bagaiamana guru yang mengikuti PPG mendapatkan pengalaman yang bermakna dari proses PPG itu sendiri. Jika kedua masalah ini dapat ditangani, maka PPG dalam jabatan betul-betul akan meningkatkan mutu pendidikan.
Asumsi di atas memang tidak dapat dipungkiri sebagai suatu hal yang benar adanya, namun kebenarannya tidak bersifat mutlak. Pada sebagian orang hal tersebut akan berlaku, sedangkan pada sebagiannya lagi tidak berlaku.
Analisis terhadap proses sertifikasi guru prajabatan melalui portofolio menunjukkan bahwa guru-guru menyiapkan banyak bahan/dokumen untuk dijadikan sebagai bahan penilaian portofolio. Tidak jarang guru yang seketika itu membuat berbagai dokumen, padahal di kesehariannya tidak pernah dilakukan. Banyak guru mengikuti seminar pendidikan dimana-mana, baik pada level nasional, propinsi, maupun kab./kota. Padahal sebelum program sertifikasi berlangsung, mereka tidak memiliki minat yang besar untuk mengikuti seminar atau pelatihan. Mengikuti kegiatan seminar/diklat hanya jika ditugaskan oleh kepala sekolah atau kepala dinas, membuat dokumen pembelajaran hanya jika akan diperiksa oleh pengawas atau kepala sekolah. Artinya, perilaku yang menetapnya sebagai guru tidak juga berubah melalui keberadaan program sertifikasi guru. Bahkan dampak negatif dari hal ini adalah setelah ia lulus, maka kelulusannya dianggap sebagai titik klimaks/puncak dari profesinya, sehingga tidak lagi ada aktifitas yang berorientasi pada kebermutuan layanan pembelajaran. Penilaian portofolio secara kasat mata tidak akan meningkatkan kompetensi guru dalam memberikan layanan pembelajaran. Kemampuan seorang guru dalam memberikan layanan yang lebih professional akan terjadi manakala ia; (1) mengalami perubahan paradigma berpikir mengenai profesinya, (2) kemampuan teknis pembelajaran dikembangkan secara intensif, dan (3) komitmennya sebagai guru dibina melalui proses interaksi keteladanan dan reward and punishment system yang adil. Proses-proses tersebut tidak tercermin dalam proses penilaian portofolio, sehingga ke depan perlu dipikirkan bagaimana sertfikasi ini bukan sesuatu yang final/akhir bagi profesi keguruan. Atau bagaimana guru yang telah lulus sertifikasi mempersepsi bahwa kelulusan sertifikasi sebagai gerbang awal utuk meningkatkan layanan pembelajaran kepada peserta didiknya.
Agak berbeda dengan sertifikasi guru dalam jabatan yang dilakukan melalui pendidikan profesi guru (PPG). Model ini dinilai lebih memberikan jaminan untuk terealisasinya profesionalitas guru setelah mengikuti program PPG, dengan syarat implementasi PPG dilakukan secara professional, bukan sekedar menggugurkan formalitas saja. Persoalan dalam sertifikasi guru dalam jabatan melalui pendidikan profesi ada dua, yaitu (1) bagaimana guru tidak mengganggu layanan pembelajaran di sekolah ketika guru harus meninggalkan kelas untuk mengikuti program sertifikasi, dan (2) bagaiamana guru yang mengikuti PPG mendapatkan pengalaman yang bermakna dari proses PPG itu sendiri. Jika kedua masalah ini dapat ditangani, maka PPG dalam jabatan betul-betul akan meningkatkan mutu pendidikan.
G. GAGASAN PEMECAHAN MASALAH
Jenjang pendidikan guru yang harus
S1 atau sarjana sebagaimana yang diamanatkan UU no. 14 tahun 2005 pasal 9
tentang kualifikasi akademis. Pada sisi lain kompetensi guru jika dihubungkan
dengan komponen portofolio dalam uji kompetensi mengandung 9 variable, yaitu:
pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar,perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya
pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi
di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan.
I. Hipotesis Mengenai Hasil dan Dampak Program Sertifikasi Guru
Peningkatan mutu guru di sekolah
sekolah, program sertifikasi saat ini, khususnya melalui penilaian fortofolio,
diduga belum mampu meningkatkan profesionalitas guru. Hasil yang sangat tampak
adalah guru menjadi lebih sejahtera dan kesejahteraannya tidak serta merta
menjadikan guru sebagai orang yang menjadi semakin professional. Bahkan dalam
kasus-kasus tertentu, guru-guru menjadi semakin sibuk dengan usaha yang didanai
dari tunjangan sertifikasi yang didapatnya atau menjadi lebih komsumtif dalam
kehidupannya.
Dampak lebih jauh dari program
sertifikasi guru dalam jabatan ini sedikit banyak akan mulai meningkatkan mutu
pendidikan melalui semakin kuatnya tuntutan profesionalitas terhadap profesi
guru, khususnya dari masyarakat penerima jasa layanan guru baik yang langsung
(peserta didik) maupun yang tidak langsung (orang tua, LSM, pemerintah, dan
lain sebagainya).
J. Telaah Ke depan Mengenai Sertifikasi Guru
Ke depan, sertifikasi guru harus
diposisikan sebagai kendali mutu. Sertifikat professional diberikan kepada
mereka yang memiliki kinerja unggul dan secara periodik, kinerja guru
dievaluasi dan dikembangkan. Dengan demikian sertifikasi guru bukanlah suatu
hal yang dianggap final, tetapi sabagai tahapan untuk memacu lebih tinggi
kinerja dan kualitas guru dalam memberikan layanan terbaik kepada pelanggannya.
Alternatif peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan secara lebih adil melalui evaluasi kinerja guru. Guru yang memiliki prestasi dan kinerja baik, maka dialah yang layak untuk diberikan tunjangan yang lebih besar. Dengan demikian, maka preestasi akan menjadi suatu hal yang kompetitif baik diantara guru maupun antara profesi guru dengan profesi lainnya.
Alternatif peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan secara lebih adil melalui evaluasi kinerja guru. Guru yang memiliki prestasi dan kinerja baik, maka dialah yang layak untuk diberikan tunjangan yang lebih besar. Dengan demikian, maka preestasi akan menjadi suatu hal yang kompetitif baik diantara guru maupun antara profesi guru dengan profesi lainnya.
Perkembangan profesi guru prajabatan
melalui PPG dengan system konkuren sebenarnya telah memposisikan guru sebagai
profesi yang minim dengan altruisme. Dengan hanya mengikuti 2 semester setelah
selesai dalam bidang studi masing-masing, maka seseorang dapat menjadi guru.
Padahal untuk menjadi guru harus didasari oleh niat yang kuat untuk menjadi
guru. Artinya dari awal kuliah ia harus dibiasakan berperilaku seperti guru.
Guru baginya adalah profesi yang terpilih dan bukan sisa pilihan karena ia
susah mencari pekerjaan di bidang lainnya. Terlebih bagi guru SD dan TK yang
sangat kental dengan interaksi pedagogis dan bukan guru mata pelajaran tetapi
guru kelas.
Keprofesian guru tidak akan didapatkan begitu saja dengan mengikuti keterampilan pedagogik, tetapi lebih dari itu harus dibina dan dikembangkan dalam kurun waktu yang cukup lama setingkat S1. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa profesi guru harus dilakukan dengan jalur consecutive bukan concurrent.
Keprofesian guru tidak akan didapatkan begitu saja dengan mengikuti keterampilan pedagogik, tetapi lebih dari itu harus dibina dan dikembangkan dalam kurun waktu yang cukup lama setingkat S1. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa profesi guru harus dilakukan dengan jalur consecutive bukan concurrent.
Apabila proses sertifikasi dalam
jabatan dan prajabatan terus dilangsungkan, maka peningkatan profesionalisme
guru diduga akan muncul bukan karena keinginan dari dirinya semata tetapi lebih
pada memenuhi tuntutan stakeholder pendidikan, karena telah banyak dana Negara
yang dialokasikan untuk mendanai program sertifikasi ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Pelaksanaan sertifikasi guru
dimulai pada tahun 2007 setelah diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18
Tahun 2007 tentangSetifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Tahun 2009 ini merupakan
tahun ketiga pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan. Landasan yang
digunakan sebagai dasar penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2009 adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
2. Pada awalnya program sertifikasi
dirancang dalam bentuk uji kompetensi secara langsung (tes tindakan dan tes
tulis), namun dalam perkembangannya terjadi modifikasi bentuk yang pada
akhirnya sampai saat ini terjadi tiga bentuk sertifikasi, yaitu: (1)
sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio, (2) Sertifikasi
guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan, dan (3) sertifikasi guru
prajabatan melalui pendidikan profesi guru (PPG).
3. Sertifikasi guru dalam jabatan
melalui penilaian portofolio adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi
guru dalam jabatan melalui penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru
selama mengajar yang didasarkan pada Permendiknas Nomor 18 tahun 2007.
4. Sertifikasi guru prajabatan
melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah proses pemberian sertifikat bagi
guru baru yang akan ditempatkan sebagaimana kebutuhan pengangkatan.
5. PPG belum diketahui sosok
utuhnya, karena masing-masing perguruan tinggi yang ditunjuk sedang mengembangkan
dan menguji cobanya.
6. Sertifikasi guru prajabatan tidak
saja untuk mensejahterakan guru, tetapi juga mengarah pada upaya peningkatan
mutu pendidikan. Meningkatnya kesejahteraan guru diharapkan akan lebih
mengkonsentrasikan dan menguatkan komitmen guru terhadap profesinya.
7. Analisis terhadap proses
sertifikasi guru prajabatan melalui portofolio menunjukkan bahwa guru-guru
menyiapkan banyak bahan/dokumen untuk dijadikan sebagai bahan penilaian
portofolio. Tidak jarang guru yang seketika itu membuat berbagai dokumen,
padahal di kesehariannya tidak pernah dilakukan.
8. Agak berbeda dengan sertifikasi
guru dalam jabatan yang dilakukan melalui pendidikan profesi guru (PPG). Model
ini dinilai lebih memberikan jaminan untuk terealisasinya profesionalitas guru
setelah mengikuti program PPG, dengan syarat implementasi PPG dilakukan secara
professional, bukan sekedar menggugurkan formalitas saja.
9. Peningkatan mutu guru di sekolah
sekolah, program sertifikasi saat ini, khususnya melalui penilaian fortofolio,
diduga belum mampu meningkatkan profesionalitas guru.
10. Dampak lebih jauh dari program
sertifikasi guru dalam jabatan ini sedikit banyak akan mulai meningkatkan mutu
pendidikan melalui semakin kuatnya tuntutan profesionalitas terhadap profesi
guru
11. Alternatif peningkatan
kesejahteraan dapat dilakukan secara lebih adil melalui evaluasi kinerja guru.
Guru yang memiliki prestasi dan kinerja baik, maka dialah yang layak untuk
diberikan tunjangan yang lebih besar.
12. Bahwa sertifikasi guru adalah
harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru
13. Namun dalam pelaksanaannya harus
dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari program sertifikasi dapat
tercapai dengan baik.
14. Dengan sertifikasi yang baik
maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Jenderal PMPTK. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008; Buku 1
Pedoman
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio. Jakarta:
Depdiknas.
Direktorat
Jenderal PMPTK. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008; Buku 3 Pedoman
Penyusunan Portofolio. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat
Jenderal PMPTK. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008; Buku 6
Pedoman
Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal PMPTK. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008; Buku 7 Rambu-rambu Penyusunan Kurikulum Sertitfikasi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
http://tunasnyaoemarbakrie.blogspot.com/2008/09/sertifikasi-untuk-peningkatan-mutu.html
http://www.psb-psma.org/content/blog
Direktorat Jenderal PMPTK. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2008; Buku 7 Rambu-rambu Penyusunan Kurikulum Sertitfikasi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
http://tunasnyaoemarbakrie.blogspot.com/2008/09/sertifikasi-untuk-peningkatan-mutu.html
http://www.psb-psma.org/content/blog
MAKALAH
PROFESI
KEPENDIDIKAN
(PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP
KINERJA GURU)

Di
susun oleh :
Nama : ADAM
ELFIRDAUS
NIM :
12320153
Kelas :
1E Pendidikan Biologi
Dosen :
Heri Saptadi Ismanto, S. Pd, M. Pd.
Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
IKIP PGRI SEMARANG 2012
0 komentar:
Posting Komentar